Karena Kelembutannya, Dakwah Bersemi

Islamedia - "Pengajian apa?" Itu pertanyaan saya kepada adik saya saat mendengar ia ada agenda pengajian. Pertanyaan menyelidik, karena adik saya pernah terjebak pada suatu pengajian yang mengajak aggotanya untuk membentuk sebuah negara sendiri.

"Pengajian umum ibu-ibu biasa kok. Ta'lim" Ujarnya. Kemudian adik saya menceritakan tentang sosok ketua pengajian di komplek perumahan baru di Cileungsi itu. Rupanya ketuanya adalah mantan aktifis dakwah kampus. Aku manggut-manggut.

"Tapi dimusuhin." Kata adik saya lagi.

Saya terperanjat. "Lho, kenapa?"

Rupanya ada ibu-ibu yang punya latar belakang berbeda, yang menganggap pengajian yang diasuh mantan aktifis dakwah kampus itu pengajian yang sesat. Pengajiannya dinilai beda karena tidak ada yasinan, tidak ada pembacaan Barzanji, sholawatan, dan alasan lain.

"Terus ketua pengajiannya klarifikasi dengan ibu yang musuhin itu. Dia bilang, 'Bu, agama saya Islam, sama enggak? Nabi saya Muhammad saw, sama enggak? Pedoman saya Al-Qur'an dan hadits, sama enggak? Lalu kita bedanya apa?' Begitu pertanyaan ketua pengajiannya kepada ibu-ibu yang musuhin dia." Ujar adik saya.

Wow, saya kagum dengan keberanian akhwat itu melakukan klarifikasi langsung kepada orang yang menyebar isu.

"Ketua pengajiannya juga udah mempersilakan kalau anggota pengajian mau baca yasinan. Pekan pertama yasinan, pekan kedua belajar tajwid. Begitu usul ketua pengajiannya. Dia juga bilang ke anggotanya, 'Ibu-ibu, saya memang pernah belajar Islam di kampus. Tapi kalau rebanaan, baca Barzanji, saya gak bisa. Gak pernah belajar itu. Masih mau nunjuk saya jadi ketua?'" Lanjut adik saya.

"Terus akhirnya ibu yang musuhin tadi gimana?" Tanya saya.

"Ibu itu tetep aja musuhin. Mereka bikin kelompok pengajian sendiri. Tapi cuma jadi minoritas di sini."

Saya menyayangkan sekali keadaan ini. Inilah keadaan nyata umat Islam walau tercermin dalam lingkup sebuah komplek perumahan. Susah sekali bersatu hanya karena ada perbedaan pendapat dan perbedaan tradisi.

"Warga sini ga curiga dengan ketua pengajian itu?" Tanya saya.

"Iya memang awalnya warga sini bisik-bisik... Dia aliran apa sih. Tapi lama-lama orang-orang bisa nerima. Sebabnya ketua pengajian itu lembut banget." Jawab adik saya.

Aha.. Kelembutan. Itu dia kunci sukses dakwah. Dan saya saksikan sendiri bagaimana masyarakat bisa menerima seorang da'iyah karena kelembutan sikap yang dimilikinya.  Kelembutan itu yang bisa membuat mantan aktifis dakwah kampus itu bertahan menghadapi fitnah saat ia membangun dakwah di masyarakatnya. Kelembutan itu sejatinya adalah kekuatan. Sedang sikap keras dan kasar itu adalah kelemahan. Kelembutanlah yang mendorong da'iyah itu melakukan klarifikasi langsung kepada orang penebar keraguan terhadap dakwahnya. Kelembutan juga yang membuatnya legawa bila anggota pengajian tidak lagi menghendakinya memimpin pengajian ibu-ibu, walau akhirnya anggota pengajian tetap mendukungnya memimpin penyelenggaraan pengajian rutin di kompleks itu.

Pada kelembutan seorang da'i, ada mental yang baja.

Posting Komentar untuk "Karena Kelembutannya, Dakwah Bersemi"